Jenderal TNI Ahmad Yani adalah tokoh pejuang kemerdekaan, tokoh penting di tubuh Tentara Nasional Indonesia yang menjadi korban keganasan pemberontakan G30S PKI tahun 1965. Beliau lahir di Jenar Purworejo 19 Juni 1922 dan wafat di Lubang Buaya Jakarta tanggal 1 Oktober 1965. Jenazahnya dimakamkan di taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta. Untuk mengenang jasa-jasa beliau, pemerintah RI memberikan gelar pahlawan revolusi bersama 5 Jenderal lainnya (Sutoyo Siswo Miharjo, S.Parman, MT Haryono, Suprapto, dan DI Pandjaitan) berdasarkan SK presiden RI no 111/KOTI/1965.
Ahmad Yani berasal dari keluarga sederhana, ayahnya bernama Wongsoredjo, seorang pekerja/buruh perusahaan gula milik Belanda. Pendidikan awalnya dimulai HIS (setingkat SD) Bogor, tamat tahun 1935. Setelah itu melanjutkan ke MULO (setingkat SMP) kelas B Afd. Bogor, tamat tahun 1938 dan kemudian menempuh pendidikan di AMS. Meskipun tidak menamatkan pendidikan di AMS, Pak Yani berhasil menyelesaikan pendidikan militernya di Malang (Jawa Timur) dan Bogor (Jawa Barat). Pendidikan militer Heiho dan PETA di laluinya dengan baik. Setelah RI merdeka beliau mendapat beasiswa dari TNI AD untuk melanjutkan pendidikan militer di Command and general Staff College Amerika Serikat.
Saat agresi militer I, Ahmad Yani telah diangkat sebagai komandan TKR Purwokerto dan turut berjuang menahan laju serangan tentara Belanda. Demikian pula saat agresi militer II, beliau melakukan perang gerilya yang dilakukan di daerah Kedu Jawa Tengah. Saat itu Ahmad Yani adalah komandan Wehrkreise II (sistem perang gerilya). Pada tahun 1954, Letkol Ahmad Yani ditugasi sebagai komandan Divisi Diponegoro yang membentuk pasukan khusus dengan nama Benteng Raiders. Pasukan Khusus ini ditugasi menumpas pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah yang dipimpin Kiyai Somolangu.
Tahun 1958 Kolonel Ahmad Yani di angkat menjadi komandan operasi 17 Agustus untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatera Barat. Tahun 1962 Ahmad Yani diangkat menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat dengan pangkat Letnan Jenderal. Beliau dikenal sebagai seorang tentara yang selalu berseberangan dengan PKI (Partai Komunis Indonesia). Ketika menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat sejak tahun 1962, ia menolak keinginan PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani. Karena itulah beliau menjadi salah satu target PKI yang akan diculik dan dibunuh di antara tujuh petinggi TNI AD melalui G30S (Gerakan Tiga Puluh September). Letjen TNI Ahmad Yani kemudian diculik tanggal 30 September 1965, dibunuh kemudian jasadnya dimasukkan ke dalam sumur tua di daerah lubang buaya dekat Lapangan Udara Halim perdana Kusuma Jakarta Selatan.
Ahmad Yani berasal dari keluarga sederhana, ayahnya bernama Wongsoredjo, seorang pekerja/buruh perusahaan gula milik Belanda. Pendidikan awalnya dimulai HIS (setingkat SD) Bogor, tamat tahun 1935. Setelah itu melanjutkan ke MULO (setingkat SMP) kelas B Afd. Bogor, tamat tahun 1938 dan kemudian menempuh pendidikan di AMS. Meskipun tidak menamatkan pendidikan di AMS, Pak Yani berhasil menyelesaikan pendidikan militernya di Malang (Jawa Timur) dan Bogor (Jawa Barat). Pendidikan militer Heiho dan PETA di laluinya dengan baik. Setelah RI merdeka beliau mendapat beasiswa dari TNI AD untuk melanjutkan pendidikan militer di Command and general Staff College Amerika Serikat.
Saat agresi militer I, Ahmad Yani telah diangkat sebagai komandan TKR Purwokerto dan turut berjuang menahan laju serangan tentara Belanda. Demikian pula saat agresi militer II, beliau melakukan perang gerilya yang dilakukan di daerah Kedu Jawa Tengah. Saat itu Ahmad Yani adalah komandan Wehrkreise II (sistem perang gerilya). Pada tahun 1954, Letkol Ahmad Yani ditugasi sebagai komandan Divisi Diponegoro yang membentuk pasukan khusus dengan nama Benteng Raiders. Pasukan Khusus ini ditugasi menumpas pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah yang dipimpin Kiyai Somolangu.
Tahun 1958 Kolonel Ahmad Yani di angkat menjadi komandan operasi 17 Agustus untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatera Barat. Tahun 1962 Ahmad Yani diangkat menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat dengan pangkat Letnan Jenderal. Beliau dikenal sebagai seorang tentara yang selalu berseberangan dengan PKI (Partai Komunis Indonesia). Ketika menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat sejak tahun 1962, ia menolak keinginan PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani. Karena itulah beliau menjadi salah satu target PKI yang akan diculik dan dibunuh di antara tujuh petinggi TNI AD melalui G30S (Gerakan Tiga Puluh September). Letjen TNI Ahmad Yani kemudian diculik tanggal 30 September 1965, dibunuh kemudian jasadnya dimasukkan ke dalam sumur tua di daerah lubang buaya dekat Lapangan Udara Halim perdana Kusuma Jakarta Selatan.
Latar Belakang Pendidikan
- HIS (setingkat SD) Bogor, tamat tahun 1935
- MULO (setingkat SMP) kelas B Afd. Bogor, tamat tahun 1938
- AMS (setingkat SMU) bagian B Afd. Jakarta, berhenti tahun 1940
- Pendidikan militer pada Dinas Topografi Militer di Malang
- Pendidikan Heiho di Magelang
- PETA (Tentara Pembela Tanah Air) di Bogor
- Command and General Staff College di Fort Leaven Worth, Kansas, Amerika Serikat, tahun 1955
- Special Warfare Course di Inggris, tahun 1956
Bintang Kehormatan
- Bintang RI Kelas II
- Bintang Sakti
- Bintang Gerilya
- Bintang Sewindu Kemerdekaan I dan II
- Satyalancana Kesetyaan VII, XVI
- Satyalancana G: O.M. I dan VI
- Satyalancana Sapta Marga (PRRI)
- Satyalancana Irian Barat (Trikora)
- Ordenon Narodne Armije II Reda Yugoslavia (1958)
0 Komentar untuk "Biografi Jendral TNI Ahmad Yani (Pahlawan Revolusi)"